Kamis, 09 Februari 2012

Karena kita kenal,,,

Sepertinya traffict light memang menjadi tempat keramat saya untuk memunculkan ide sebuah note. Kalau kemarin saya menulis tentang “orang gila yang berkelas” , di setting tempat yang sama ini tiba-tiba saya mempunyai pemikiran lagi. Sebenarnya sederhana. Tapi, tidak tahu kenapa, saya ingin sekali menulisnya.
Siang itu, sebagai mahasiswa kawakan (baca: senior) yang sudah lolos dari tempat studinya, saya mencoba mengurus arsip-arsip yang memang harus segera diurus sebelum saya melanglang buana ke dunia luar  untuk –bukan mengadu nasib sih, tapi- meningkatkan nasib (nasib: ukuran, ukuran taraf hidup, hhh). Tak sengaja saya bertemu dengan sesosok yang saya kenal, sangat akrab,  tapi sudah lama saya tidak menemukan batang hidungnya karena batas ruang dan waktu (cieee). Akhirnya, saya memutuskan untuk menjadikan patner dalam journey saya pada waktu itu.
Sebenarnya tidak penting saya menceritakan kejadian itu. Tapi yaa, tidak apa. Seperti hal-hal lainpun segalanya harus dimulai dengan pembukaan. Baik kuliah, relationship, do’a , perjalanan , atau sebuah note pun bukankah perlu pembukaan. Bahkan dengan hal yang tidak nyambung sekalipun. Dan, akrab sekali kita menyebutnya dengan kalimat “basa-basi”. Bukankah begitu?
Baiklah, cukup sudah basa-basi saya ini. Langsung saja ke duduk perkaranya.
Kembali ke traffict light. Harus saya ceritakan terlebih dahulu kenapa di tempat ini kita atau setidaknya hanya saya, terinspirasi. Deretan lampu merah,kuning,hijau, adalah alasan kenapa orang-orang seringkali menunggu dan berdiam diri di sana. Dan, saat itulah kesempatan bagi saya untuk mengamati lingkungan sekitar atau berpikir tentang hal-hal yang tidak tampak di depan mata saat itu, bahasa nak mudanya “ngelamun” gitu.
Saat itu saya sedang mengamati dua anak SMA dengan dua kendaraan yang berbeda, biarpun sama-sama motornya :D. Satu anak berbaris di depan, dan yang lainnya di belakang. Cuaca siang itu panas sekali. Berpadu dengan aktivitas menunggu lampu hijau menyala, saya pikir tepat sekali jika sekali senggolan usil kita kepada sesama bisa menyalakkan kemarahan.
Tapi tidak, dengan yang terjadi pada dua anak SMA itu. Awalnya, saya menduga anak SMA yang berada di barisan belakang teman sesama SMA nya itu berjenis kelamin laki-laki karena performance nya yang secara permukaan lebih tepat diduga seperti itu. Tapi, ternyata di akhir cerita saya tahu bahwa dua-duanya memang perempuan.
Jadi begini,  Si anak yang berbaris di belakang itu menyodok motor temannya yang di depan, berkali-berkali. Saya kira, dia seorang pelajar laki-laki yang sedang ingin menggoda anak lain atau bisa jadi dengan paksa ingin kendaraan  di depannya bergeser. Pikirku, “Nih anak, panas-panas cari masalah aja. Pengen didamprat apa dia”. Sejurus kemudian, si anak yang berposisi di depan menoleh, dan memperhatikan sosoknya. Seulas senyuman muncul.
Benar-benar, sodokan yang sama, tapi responnya berbeda. Semua terjadi “karena kita saling kenal”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar